Senin, 01 Desember 2014

Selama Aku Membutuhkanmu - - - -





Kulirik layar nokiaku, dua puluh tiga menit sudah kami bercerita. Topik cerita yang tidak menentu, berawal dari ketika Ia bilang bahwa ia sedang persiapan mengikuti sambil menunggu pengumuman salah satu seleksi penerimaan pegawai dibawah naungan hukum publik di negeri nusantara ini dan hampir berujung pada cerita kekesalan akibat ulahku yang tidak bisa menjawab pertanyaan dosen penguji tadi siang dengan baik. Tak hanya saling mendengar, jika Ia yang bercerita Aku selalu memberikan jawaban terbaikku yang kuharap bisa memberikan nilai baik padanya, begitu juga sebaliknya jika aku yang bercerita Ia selalu memberikan respons positif terbaiknya yang bisa menyenangkan hatiku walaupun hanya sementara.

Sekitar tiga menit kami terdiam.

Aku pikir pembicaraan kami  akan selesai di menit yang ke dua puluh delapan, seperti biasanya kalau bicara lewat hape, aku lebih banyak diam karena aku memang tidak tau harus membahas apa. Toh kami hanya kenal lewat jejaring sosial dan via telepon saja. Aku lebih senang saat suasana chatting dengannya karena akan lebih puas jika harus menyampaikan ucapan bibirku lewat susunan huruf yang bisa membentuk kalimat dan sebuah arti yang bisa Aku dan Ia pahami.  Yah, Aku lebih pasif jika saat bicara dengannya lewat hape. Walau ini bukan hal yang asing lagi untukku dan Dia. Pinem, kadang aku menyebutnya begitu walau Ia tak suka dengan sebutan itu. 

 Dua puluh enam menit, tak ada juga kalimat yang terucap dari bibirku maupun dari bibirnya.
Kuputuskan niatku untuk mengakhiri percakapan ini dikarenakan kepalaku yang sedikit tidak nyaman akibat beban pikiran hari ini, yah, dua puluh lima nopember dua ribu empat belas…

“Bang sudah makan?”, tanyaku sok perhatian. 

“Udah Dek, kamu?”, Ia balik bertanya.

“Dari tadi Bang”, kataku datar.

“Ya udah, istirahatlah, kamu kan capek”, balasnya dari seberang.

“Sudah bosan ya?”, kataku berharap agar ia tidak memutuskan sambungan telepon itu. 

“Nggak, Abang mau sholat dulu”, sahutnya singkat.

“ #(#$%@#(0^!(0(=)---sensor---)($%@^&$<?”:”(“^%$_+@#=-$ …  sama Abang”, kataku mengiba.

“Udahlah Jhon, kamu istirahat ya, kamu kan masih capek habis sidang tadi”. Kalimatnya sedikit memerintah. 

Selama aku membutuhkanmu, Kau tetap Adikku kok. Aku akan siap membantumu, mendengarkan ceritamu, sebisa mungkin”, tambahnya lagi.

“Ya sudahlah Bang, Aku mau istirahat dulu, Aku matikan ya”. Jawabku.

“Matikanlah”, sahutnya mengakhiri pembicaraan.

Tut tut tut… 

################

Dalam hatiku.. “Selama Aku membutuhkanmu”.

Kalimat itu terus berputar di otak kiriku, bahkan otak kanankupun turun tangan untuk memikirkannya, disusul dengan otak tengahku yang letaknya entah dimana.  “Apa?!!” Selama ia membutuhkanku? Bagaimana jika aku yang membutuhkannya? Apakah Ia ada? 

 #(#$%@#(0^!(0(=) ?????

Kamis, 23 Oktober 2014

Nenek Asik..

Cucu: "Hai Nek..., Nenek lagi apa tuh?"
Nenek: "Nenek lagi nyari daun kelapa nih.."
Cucu: "Utk apa daun kelapa Nek?"
Nenek: "Untuk dibuat ketupat, Sayang.."
Cucu: "Trus ketupat untuk apa Nek?"
Nenek: "Untuk dimakan nanti"
Cucu: "Ooh nanti. Kalo sekarang nenek lagi apa?"
Nenek: "Ngambil daun kelapa. Hih!"
Cucu: "Untuk apa?"
Nenek: "Untuk dibuat ketupat. Udah nenek bilang kan
tadi?"
Cucu: "Ketupat itu untuk apa nek?"
Nenek: "Ya untuk dimakanlah. Masa untuk keramas."
Cucu: "Ohh gitu ya, Nek."
Nenek: "Iya. Sudah pergi main sana. Jangan ganggu
nenek."
Cucu: "Kenapa?"
Nenek :"Nenek lagi sibuk."
Cucu: "Sibuk ngapain sih Nek?"
Nenek: "Nyari daun kelapa. Kan udah
dibilang tadiiiii....."
Cucu: "Daun kelapa untuk apa?"
Nenek: "Untuk buat KETUPAAAAT!!!"
Cucu: "Nenek bicara sama siapa?"
Nenek:"Sama kamu lah!!"
Cucu: "Kenapa teriak teriak? Saya kan di dekat nenek."
Nenek: "Karena kamu gak paham-paham. Nggak lihat apa
nenek lagi kerja?"
Cucu: "Ooh. Kerja apa Nek?"
Nenek: "Arrrrrghhhhhhhh!!! NYARI DAUN
KELAPAAAA!"
Cucu: "Daun kelapa untuk apa?"
Nenek: "Ya Alloohh... cucu aku Ini. Untuk dimakan!"
Cucu: "Kan ada beras di rumah. Kenapa nenek mau makan
daun kelapa?"
Nenek: "Cucu nenek yang paling ganteng... Sebelum
nenek dapet stroke, sebaiknya kamu pergi sana, biarkan
nenek bekerja. Jangan ganggu yaaaaaaa...?"
Cucu: "Kok dapet stroke?! Jadi sebenarnya nenek nyari
daun kelapa atau nyari stroke?
Stroke itu apa sih Nek? Apa dia hijau juga kayak daun
kelapa?"
Nenek: AduhHHH..), aku stress! Aku stress stress
stress!!
Cucu: "Kalo cari daun kelapa bikin stress, kenapa nenek
masih nyari juga?
Nenek: "CUKUP!!! JANGAN TANYA LAGI..!! BAGUS
KAU PULANG KE RUMAH SEKARANG!!!!>:OCEPAT!!
Cucu: "Iya, Nek .Nenek nggak ikut pulang?"
Nenek: "Enggak! Nenek lagi kerja!"
Cucu: "Kerja apa Nek ?"
Nenek: "Cari daun kelapaaaaaaaa.....!"

Rabu, 22 Oktober 2014

Cowok Gentle itu seperti apa sih?



Brrr..!!!
Dinginnya sudah mulai terasa..
Kurasakan pantatku agak panas diboncengan ini, sambil duduk manis kunikmati  keindahan lampu jalan dan bangunan di kota produksi ini,.. Kuperhatikan jam di tanganku sudah menunjukkan pukul sembilan lewat  lima puluh lima. Kuarasakan ada getaran pada nokiaku, aahh… Bang West memanggil..
“Halo Bang…”, kujawab sesopan mungkin.
“Halo, lagi dimana ini?” kudengar sahutan dari seberang.
“Lagi di jalan Bang, bentar lagi nyampe rumah.. nanti Abang telpon lagi ya..” jawabku.
Tut tut tut..
“Inikan sudah jam sepuluh, bukannya besok kamu harus kerja?”, kataku pada Abang sepupu yang memboncengku  sejak pukul delapan lewat lima belas tadi.
“Iya, gak papalah”
“Sudah biasa kok pulang ke rumah jam tiga pagi” katanya datar.
“Masuk kerja jam berapa memangnya?” tanyaku sok perhatian.
“Jam delapan” sahutnya  sambil memperhatikan lampu merah kapan berubah menjadi hijau.
“Kita balik ya” kataku di balik telinganya.
“Ah.. Dang main ho bah (Kamu itu gak gentle banget)”, Ia menertawaiku.
“Kita pulang aja, kawanku mau nelpon”, kataku memberi alasan.
“Katanya dia mau serahkan skripsinya besok, ada yang harus di edit malam ini, kan kasian kalau gak dibantu” tambahku lagi.
“Coba lihat hotel itu”, katanya sambil menunjuk bangunan megah pinggir jalan.
“Pasific Hotel” kubaca nama hotelnya setengah suara.
“Disitu banyak cewek loh Appara (panggilan kompak abang-adik)”..
“Sudah dipajang, Kita tinggal nunjuk aja, mau pilih yang mana untuk kita pakai”, katanya serius.
“Kesitu yuk”, Ia mengajakku.
“Ah, ada ada sajalah Kau ini”, sahutku tegas.
“Atau kesini, disini juga tinggal pilih Appara. Setidaknya harus ada dua juta isi dompet kita”, katanya sambil menunjuk bangunan mirip kapal pesiar besar.
Kubaca nama tempat itu “Nagoya”.
“Ah, na marsahit do ho?! (kamu sakitkah?!)”, sahutku pelan.
“Dia do Appara, dang main ho bah”, Ia mengulangi kalimat itu.
“Sudahlah! Kita pulang saja”, Kukeraskan volume suaraku.

#

Dalam hatiku, “Ikkon songon na nidok nai do haroa asa didok sasahalak jolma i main? (Haruskah Aku meng “iya” kan kalimatnya agar disebut jadi cowok gentle?)”.